SejarahPulau paskah saat ini terletak di teritori negara Chili, tepatnya di sebelah selatan samudera Pasifik. Perjumpaan pertama antara penduduk pulau paskah atau Rapa Nui, begitu penduduk lokal menyebutnya, dengan penjelajah Belanda adalah sebuah kejutan budaya yang luar biasa. Beberapa pelaut membunuh 10 penduduk asli hanya dalam tempo beberapa menit setelah mereka mendarat. Belum lagi bencana alam yang menyusul. Populasi pulau itu menyusut dari 12.000 orang hingga 111 orang hanya dalam beberapa abad. Hingga kini, para penduduk yang mendiami pulau paskah diketahui memiliki garis keturunan Chili - yang justru menimbulkan teka-teki baru. Tidak ada yang bisa dimintai keterangan mengenai asal mula penduduk pulau tersebut. Hanya ilmu pengetahuanlah satu-satunya harapan untuk membongkar misteri jatuh bangunnya peradaban misterius ini.
Darimanakah mereka datang ?
Ilmu pengetahuan bidang genetika telah berhasil menjawab pertanyaan pertama : Darimanakah para penduduk pulau itu berasal ? dari manakah mereka berlayar ? Pada tahun 1950-an, seorang penjelajah dunia ternama bernama Thor Heyerdahl menunjukkan bahwa dimungkinkan untuk berlayar dari Amerika Selatan menuju pulau paskah melalui samudera luas. Thor kemudian berteori bahwa para penduduk asli pulau paskah adalah keturunan para penjelajah Amerika Selatan.
Namun teknologi memberikan kesimpulan yang lain. Penelitian terhadap DNA dari sebuah tengkorak yang digali dari pulau itu menunjukkan bahwa DNA itu mengandung sebuah "sidik jari" yang disebut "Motif Polynesia". Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk asli pulau paskah adalah orang polynesia. Para pelaut polynesia berlayar dari barat ke timur, sebuah perjalanan yang menandai permulaan petualangan kaum polynesia. Teori Thor Hayerdahl terbantahkan.
Penelitian lain terhadap artefak pulau paskah dengan menggunakan metode karbon menunjukkan bahwa para pelaut polynesia itu tiba di pulau paskah sekitar tahun 700 Masehi. Dan bukti-bukti menunjukkan bahwa 1.000 tahun kemudian, para polynesian masih hidup terisolasi di pulau berukuran 22 X 11 Km itu.
Para penduduk pulau paskah hidup dari menangkap ikan dan bercocok tanam. Pada awalnya diperkirakan penduduknya berjumlah 12.000 orang. Keberhasilan membangun kebudayaan di tempat itu dimanifestasikan dengan sebuah karya monumental, sebuah karya yang masih menjadi misteri hingga saat ini, yaitu patung moai.
Bagaimana mereka membuat patung itu ?
Moai telah menimbulkan rasa ingin tahu sejak penemuannya pertama kali pada tahun 1722. Tidak ada satupun patung itu yang berdiri ketika para ilmuwan tiba di tempat itu. Patung-patung yang berdiri saat ini adalah hasil perbaikan dan penyusunan yang dilakukan oleh para ilmuwan. Pertanyaannya adalah, bagaimana caranya sebuah lingkungan masyarakat jaman batu membuat, mengukir dan memindahkan patung-patung itu ke tempatnya ? dan untuk apa ?
Saat ini kita dapat menemukan 900 moai di seluruh pulau paskah dengan tahapan konstruksi yang berbeda-beda. Beberapa patung memiliki berat hingga 80 ton masing-masing, dua kali lipat dari sebongkah batu Stonehenge di Inggris. Dan luar biasanya, tempat berdirinya patung itu berjarak sekitar 16 km dari tempat asal batu itu diambil. Bagaimana mereka memindahkan batu seberat itu dan sejauh itu ? Pertanyaan ini belum terjawab hingga saat ini.
Lalu, untuk apa mereka membuat patung itu ? Para ilmuwan saat ini hanya bisa mempercayai legenda penduduk lokal mengenai tujuan pembuatan patung-patung itu. Seorang arkeolog bernama Sergio Rapu menemukan bahwa nama moai berarti "wajah hidup leluhur kami" dan ia juga menemukan bahwa pada awalnya patung-patung itu memiliki mata. Ia percaya bahwa para penduduk membangun patung itu sebagai pemujaan kepada leluhur mereka. Wajah patung yang membelakangi lautan dan menghadap perkampungan dipercaya sebagai cara leluhur mereka melindungi dan menjaga para penduduk pulau itu.
Masa-masa penuh kekerasan
Namun perlindungan para nenek moyang hancur berantakan pada tahun 1600-an. Moai dirubuhkan. Legenda menceritakan tentang masa-masa sulit, teror dan kanibalisme. Bukti arkeologi yang menunjukkan hal ini diantaranya adalah tengkorak-tengkorak yang ditemukan terkubur di pulau itu. Sepertinya para penduduk saling membunuh. Kejadian ini terjadi pada saat yang bersamaan dengan berkurangnya populasi burung dan hewan yang biasa dimakan.
Sebuah ukiran kayu kuno menunjukkan adanya ukiran orang-orang kurus kering diatasnya, merujuk kepada peristiwa kelaparan. Peristiwa kelaparan ini mungkin telah membawa penduduk pulau paskah saling memakan temannya. Populasi penduduk pulau itu telah melebihi pertumbuhan sumber-sumber alamnya.
Bukti lain yang mendukung adalah sebuah studi yang dilakukan oleh John Flenley. Ia menemukan bukti bahwa pada suatu masa, pulau itu dipenuhi oleh pohon palem. Namun penjelajah Belanda yang tiba di pulau itu pada tahun 1722 mengatakan bahwa pulau itu hanya sedikit sekali memiliki pohon. Sekali lagi, peristiwa lenyapnya pohon-pohon ini dipercaya mendahului perang saudara diantara penduduk. Keterbatasan pohon menyebabkan mereka tidak bisa membuat kapal untuk menangkap ikan. Karena itu kelaparan melanda. Erosi tanah menghantam pulau beberapa kali dan tidak ada kapal untuk melarikan diri. Flenley percaya bahwa pulau paskah adalah contoh kehancuran ekologis yang sistematis.
Pemulihan sumber daya
Apabila terjadi kelaparan dan kehancuran masyarakat, mengapa penjelajah Belanda yang mendarat tahun 1722 mengatakan bahwa mereka menemukan penduduk yang sehat dan ladang gandum yang subur ? Jawabannya terletak pada sebuah tempat di pulau itu yang bernama Orongo, sebuah tebing yang terletak diantara sebuah gunung berapi dan pulau kecil di laut. Disana ditemukan ukiran kayu kuno yang menunjukkan adanya "birdman" atau "manusia burung".
Catatan sejarah menunjukkan adanya sebuah kontes antar suku di pulau itu. Masing-masing suku mengutus satu orang untuk saling berlomba berenang sekitar 1 mil ke arah laut dan kemudian memanjat sebuah tebing disitu untuk mengambil sebuah sarang burung. Suku mana yang menang, maka kepala sukunya akan menjadi pemimpin pulau selama satu tahun dan ia punya hak untuk mengalokasikan sumber makanan yang terbatas. Di dalam masa yang penuh kekerasan dan keterbelakangan, demokrasi ditegakkan hingga kemakmuran kembali menghampiri pulau itu. Ya, mereka berhasil mengatasi tantangan alam dengan "birdman", Namun pulau itu tidak siap menghadapi bencana terbesar mereka yang akan segera datang.
Kisah akhir
Kelaparan bukanlah bencana terbesar bagi penduduk pulau. Bencana terbesar bagi mereka adalah makhluk yang bernama manusia, yaitu para penjelajah Belanda yang tiba disitu pada tahun 1722. Adalah sebuah kebiasaan bagi para penjelajah beberapa abad yang lalu untuk mencari wilayah-wilayah baru di dunia. Dan bersama mereka, dibawa juga penyakit-penyakit baru yang segera menular ke para penduduk setempat. Dari sebuah tulang yang ditemukan terkubur di pulau itu, ditemukan sisa-sisa penyakit Sifilis.
Dan kehancuran populasi penduduk pulau tersebut difinalisasi oleh kedatangan para pedagang budak dari Peru pada tahun 1862. Mereka menahan dan membawa pergi 1.500 penduduk, sepertiga dari populasi pulau itu saat itu. Mereka dibawa ke Amerika Selatan, dan dalam tempo satu tahun, dari seluruh 1.500 orang, hanya tersisa 15 orang yang masih hidup. 15 orang itu kemudian dibawa kembali ke pulau paskah. Sial, dari antara 15 orang itu ada yang mengidap penyakit cacar sehingga penyakit itu mewabah ke penduduk pulau yang lain dan meninggalkan hanya 111 orang yang hidup di pulau itu pada tahun 1877.
Jadi, apa yang bisa kita dapatkan ketika kita melihat kehidupan kelam para penduduk pulau paskah ? Misteri pulau paskah telah banyak yang berhasil disingkapkan, namun ada sebuah pelajaran yang penting dari sejarah pulau ini. Dalam masa jatuh bangunnya kebudayaan yang diwarnai kekerasan, ada kemenangan yang didapatkan para penduduk. Mereka bertahan terhadap masa-masa sukar, dan hal itu tercermin dari filosofi "birdman', dan filosofi ini lebih berharga untuk dipelajari oleh umat manusia dibanding Moai dan pulau paskah itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar