Sejarah tak bisa memungkiri, bahwa Amerika Serikat melalui CIA dan Pater Beek telah memanfaatkan satuan Angkatan Darat dengan sebuah konspirasi politik tingkat tinggi. merancang sebuah kudeta dalam kudeta. Menjadikan para Jenderal sebagai Martir dan Komunis sebagai kambing hitam. Tampilah seorang Soeharto dengan dukungan CIA melalui sebuah konspirasi ideologi anti Komunis sekaligus anti Islam yang kemudian dikawal oleh sebuah lembaga think tank bernama CSIS, mengubah kesepakatan para Pendiri Negara, bahwa Pancasila sebagai Landasan Fundamental Ideologi Bangsa yang merupakan WADAH bagi semua ideology yang ada di Indonesia, menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara sebagai Azaz Tunggal dan menjadi satu-satunya sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia.
Selama duapuluh (20) tahun Pemerintahan Soeharto, CSIS
malang melintang mengisi semua kebijakan, berakibat pelanggaran HAM Berat dari
kasus Malari, Tanjung Priok dan Talangsari, sampai tahun 1988 baru terjadi
transisi. Walau merangkak tapi pasti, CSIS mulaikehilangan akses untuk
menentukan strategi. Puncaknya tahun 1990, resmi berdiri lembaga Think Tank
tandingan bernama ICMI.
Kabinet Pembangunan VI 1993 -1998 Pemerintahan Soeharto berganti
wajah. Kabinet “Tinggal Landas” yang seumur jagung. Paman Sam kembali meradang,
George Sorros beraksi, nilai rupiah tumbang dan krisis multi dimensi terjadi,
kemudian CIA bergerak berkolaborasi dengn CSIS meng-introduksi- Penggulingan
Rezim Soeharto dengan stigma rezim tyrani.
Peran CIA dan CSIS era Reformasi ( Transisi )
Peran CIA dan CSIS era Reformasi ( Transisi )
Tokoh-tokoh seperti Amin Rais, Gus Dur dan Megawati bahkan
Sri Sultan HamengkuBuwono X semua mempunyai agendanya sendiri-sendiri,
sedangkan Adnan Buyung Nasution, Hendardi, Hatta Rajasa, Todung Mulya Lubis,
Goenawan Mohammad, Faisal Basri, hanyalah orang-orang yang ingin menonjolkan
diri kemudian dimanfaatkan dan terjadi saling memanfaatkan untuk kepentingan
diri dengan biaya sampai sebesar US $ 26 juta.
Dimotori Marsilam Simanjuntak , Bondan Gunawan, Rahman
Tolleng, Chris Siner Key Timu, Rocky Gerung dan Todung Mulya Lubis. disamping
Gus Dur sendirikemudian mengambil jalan pintas dengan mencari dukungan langsung
kekuatan lobi (lobby) Yahudi dengan mediator Singapura. Membawa pada sebuah era
baru kekuasaan Presiden Abdurrahman Wachid, setelah berhasil mengakali Amin
Rais, dalam upaya merebut kepemimpinan dari Megawati yang memenangkan Pemilu.
Kemudian Gus Dur pula yang memanggil kembali kekuatan
ekonomi yang parkir di Singapura, yang lari membawa BLBI, justru menjadi sebuah
blunder yang menumbangkan pemerintahannya. Pulangnya sosok Sofian Wanandi
sekaligus mengembalikan pula eksistensi CSIS mengontrol kekuasaan di Indonesia.
Perjuangan Megawati dalam sebuah scenario CSIS LB. Moerdani
dengan berbagai cara, untuk merebut kekuasaan dari Orde Baru sejak Kudatuli,
Semanggi I 1998 dan semanggi II 1999, justru berakhir dengan naiknya Gus Dur
keKursi kekuasaan. Memanfaatkan peran Amin Rais yang pernah merasa diakali Gus
Dur, dalam upaya melakukan konsolidasi pengawal Megawati binaan LB.Moerdani,
membawa Gus Dur tidak tahan menduduki kursi panas sampai dua tahun. Maka
cita-cita Megawatipun akhirnya tercapai, saat CSIS justru sudah tidak begitu
dijadikan pusat kendali oleh CIA, mengakhiri pola pendekatan intrik (intrigue)
yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap Indonesia, digantikan dengan pola
pendekatan simpatik.
Peran CIA dan CSIS era Pendekatan simpatik Amerika Serikat
Pendekatan simpatik terbuka ketika pada Agustus 2003 seorang
Menko Polkam Kabinet Presiden Megawati, Soesilo Bambang Yudhoyono berpidato di
Amerika Serikat dengan menyatakan : “Saya mencintai Amerika Serikat dengan
segala kesalahannya. Saya menganggapnya sebagai negara kedua saya.” Saat itulah
Indonesia menjadi bagian dari Strategi Amerika Serikat dalam tujuannya sebagai
Polisi Dunia.
Soesilo Bambang Yudhoyono yang semula tumbuh sebagai satu
bagian tak terpisahkan dari pasukan penjaga sosok Megawati Soekarnoputri
bersama AM.Hendro Priyono, Agum Gumelar dan Sutiyoso, tapi kemudian melepaskan
diri untuk menggapai kepentingan pribadi membangun sebuah dinasti. Maka hal
inilah yang membuat Megawati sakit hati, karena merasa dikhianati.
Presiden ke enam (6) NKRI ini adalah betul-betul Presiden
hasil Reformasi yang dibiayai oleh Amerika Serikat. Tidak heran bila semua yang
dilakukan, tidak satupun pernah ada yang lepas dari kebijakan Global yang
dirancang oleh Negara Adidaya itu. Peran CSIS Indonesia yang berkaitan dengan
kajian strategi politik telah diambil alih langsung oleh CSIS Amerika Serikat
dan didiktekan secara head to head oleh Pemerintah Amerika Serikat kepada
Pemerintah Indonesia.
Peran CSIS Indonesia dititik beratkan pada kajian-kajian
ekonomi yang tidak pernah lepas dari pola kebijakan ekonomi dunia. Dimana salah
satu peran yang mencolok adalah Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan
Cina yang dirancang oleh China Institute for Innovation and Development
Strategy (CIIDS) bersama CSIS . CIIDS berupaya melakukan peningkatan kerjasama
P-to-P yang antara lain terlihat dari penyelenggaraan pertemuan antara CIIDS
dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia pada
Januari 2013.
CIIDS dan CSIS membuat peta kerja dalam peningkatan hubungan
kerjasama bilateral dan menyiapkan Joint Education Fund dalam rangka membantu
meningkatkan pertukaran pelajar kedua negara. Yang tidak lepas dengan adanya
peran ARKANSAS Conection yang mempertemukan Cina dengan Amerika Serikat.
Peran CSIS pasca SBY
Kalau Soesilo Bambang Yudhoyono, dengan rela mengajukan diri
menjadi “ORANG AMERIKA” untuk ditugaskan menjadi Presiden diIndonesia, dengan
pernyataannya: “Saya mencintai Amerika Serikat dengan segala kesalahannya. Saya
menganggapnya sebagai negara kedua saya.” Maka Joko Widodo adalah sosok yang
ditemukan, yang kemudian diperebutkan oleh berbagai kekuatan untuk saling
memanfaatkan.
Joko Widodo yang ditemukan oleh seorang Luhut Binsar Panjaitan dan membangun sebuah perusahaan bersama, yang diberi nama PT Rakabu, sesuai dengan nama pemegang saham mayoritas Gibran Rakabuming Rakaputra tertua Jokowi. Dari Luhut Binsar Panjaitan ini pula, Jokowi masuk nominasi Arkansas Connection yang disponsori oleh James Riady untuk dipublikasikan bersama Dahlan Iskan dan Chairul Tanjung. Buku-buku tentang Dahlan Iskan yang sedemikian rupa, kemudian buku si Anak Singkong yang mengangkat nama Chairul Tanjung dan yang terakhir baru gaya blusukan dan diplomasi meja makan Wali Kota Solo yang berhasil mendapat respon dari Stanley ‘Stan’ Greenberg pasangan James Riady dalam Arkansas Connection.
Joko Widodo yang ditemukan oleh seorang Luhut Binsar Panjaitan dan membangun sebuah perusahaan bersama, yang diberi nama PT Rakabu, sesuai dengan nama pemegang saham mayoritas Gibran Rakabuming Rakaputra tertua Jokowi. Dari Luhut Binsar Panjaitan ini pula, Jokowi masuk nominasi Arkansas Connection yang disponsori oleh James Riady untuk dipublikasikan bersama Dahlan Iskan dan Chairul Tanjung. Buku-buku tentang Dahlan Iskan yang sedemikian rupa, kemudian buku si Anak Singkong yang mengangkat nama Chairul Tanjung dan yang terakhir baru gaya blusukan dan diplomasi meja makan Wali Kota Solo yang berhasil mendapat respon dari Stanley ‘Stan’ Greenberg pasangan James Riady dalam Arkansas Connection.
Mengapa sosok Jokowi yang terpilih?
Karena Stanley Greenberg menangkap adanya rasa kebosanan
atas gaya kepemimpinan SBY selama sepuluh tahun, oleh sebagian terbesar rakyat
Indonesia yang menghendaki adanya perubahan.Signal inilah yang tercium oleh
pakar ilmu komunikasi politik sekaliber Stanley Greenberg itu, yang kemudian
mencari sosok yang tepat sebagai antitesa SBY. Gaya “ndeso” khas Jokowi adalah
antitesa SBY yang paling memenuhi syarat, yang tidak dimiliki oleh Chairul
Tanjung maupun Dahlan Iskan.
Terangkatnya nama Jokowi dengan elektabilitas yang tinggi,
menarik hampir semua kekuatan politik dalam skala Internasional yang ingin
menempatkan Jokowi sebagai “MITRA” untuk dapat menanamkan pengaruhnya
diIndonesia.
Naga Kuning yang lepas dari kungkungan tirai bambu dan
menjadi kekuatan terbesar di Asia, menghadapi aksi Cowboy Paman Sam yang
sama-sama mengenal Jokowi dari jaringan Arkansas Connection, mereka tidak akan
pernah merelakan Presiden Jokowi kepada saingannya. Itulah mengapa CSIS, FORDEM
dan berbagai LSM serta tangan-tangan “Taypan Hoakiau” beramai-ramai dukung
Jokowi, untuk kemudian akan diperebutkan antara mereka sendiri.
Paling tidak ada tiga kekuatan besar berebut Jokowi saat ini,
sebagai pintu masuk untuk menjarah kembali Indonesia dalam kekuasaan mereka.
Nama-nama seperti Surya Paloh, AM Hendro Priyono dan Jusuf Kalla menunjukkan
adanya tiga kekuatan dibelakang mereka yang memperebutkan Jokowi.
Mampukah Presiden Jokowi melepas mahkota wayang yang
dipakaikan tanpa disadarinya?
0 komentar:
Posting Komentar